Aku Seorang Ayah Jaman Now

Aku terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, rumahku berada di pinggiran Ibu Kota. Aku bercita-cita menjadi orang yang sukses, pendidikanku dicapai sampai tingkat sarjana. Aku merupakan sarjana yang biasa-biasa saja dan masih sulit mencari pekerjaan layak. Pilihan untuk maju adalah menjadi seorang PNS atau karyawan. Mengapa profesi tersebut yang dipilih? Karena tampilan mereka perlente, wangi, dan memiliki banyak relasi.

Seperti cita-citaku di atas pekerjaan yang banyak dilamar adalah sebagai PNS, karyawan bank, karyawan perusahaan BUMN, dan otomotif. Namun apalah daya PNS hanya sebagai cita-cita yang masih menggantung tinggi dilangit, maraknya praktek korupsi dan kondisi keuangan yang tidak memadai sehingga aku beberapa kali tes namun tidak kunjung lolos. 

Begitu juga dengan karyawan bank yang harus terlihat ganteng dan memiliki komunikasi baik, aku telah melewati beberapa kali tes namun gagal juga karena wajahku tidak seindah yang diinginkan oleh pihak bank. Perusahaan BUMN pun melakukan hal yang sama, Aku ditolak beberapa kali karena tidak sesuai dengan kriteria nilai dan jurusan yang mereka inginkan. Akhirnya Tuhan berkata lain memberikan amanahNya menjadi seorang sales otomotif.

Foto Ilustrasi, sumber: www.https://braconis.com

Walaupun tidak sesuai dengan keinginan sebagai seorang salesman otomotif yang notabene bekerja dilapangan, akhirnya aku jalani sebagai satu-satunya profesi sumber kehidupan dan sumber perubahan. Level kehidupan aku pun mulai berubah seperti lebih bersih, parlente, dan memiliki banyak uang pada levelnya. Berkah dari sini pun terasa dengan memiliki pasangan hidup salah satu karyawan bank plat merah sebagai partner perusahaan yang selama terjalin dengan baik. 

Wajahnya cantik rupawan, kulit mulus bersih, dan senyum yang menawan karena dia berprofesi sebagai customer service. Aku menjalani hidup bahagia dan menjadi sempurna setelah mendapatkan sepasang anak yang menggemaskan. Profesiku aku jalani dengan produktif agar kehidupan keluarga berjalan sesuai dengan yang diinginkan yaitu levelnya naik dan diakui masyarakat.

Pelangganku merupakan orang-orang hebat yang berganti-ganti mobil hampir setiap tahunnya. Kadang-kadang aku berfikir bagaimana bisa seperti mereka? mulai dari gaya hidup, perilaku, dan sikap. Aku sebetulnya iri dan ingin menjadi seperti mereka yaitu memiliki mobil, bisa jalan-jalan, bisa update status sosial media, dan memiliki banyak relasi. 

Perlahan-lahan aku mulai mencobanya untuk bisa seperti mereka! Hal yang paling gampang adalah mulai dari penampilan. Perlahan saya membeli pakaian, handphone, dan pola konsumsi dengan level premium. Tidak dapat dipungkiri tindakan ini merupakan tantangan besar karena harus mengatur sedemikian rupa budget yang dimiliki. Gaji naik berdasarkan deret hitung, sedangkan pengeluaran melompat berdasarkan deret ukur.

Apa boleh buat dengan inisiatif dan penuh basa-basi akhirnya aku memutuskan untuk memangkas biaya konsumsi. Prinsipku adalah bagaimana menjadi seorang yang hebat dari penampilannya terlebih dahulu, sedangkan urusan makanan dan gizi nanti urusan belakangan. Konsumsi pulsaku melonjak 10%, hal ini berdampak pada menurunnya pola konsumsi keluarga dan anak-anak sebesar 10% pula (berbanding lurus). 

Keluarga tidak ada yang dapat membantah, hal ini terjadi karena pola pikir aku (mindset) masih belum dewasa. Dalam keluarga yang harus diutamakan adalah sosok seorang Ayah (...ya Aku). Apabila diibaratkan di dalam pemerintahan, Ayah merupakan presiden merangkap jabatan sebagai DPR.

Aku merasa bahagia setelah bisa mengaktualisasi diri melalui sosial media dan menampilkan aksesoris yang perlente. Tidak dipungkiri sekilas mata dan sosial media aku merupakan orang yang hebat layaknya sebagai seorang pejabat atau pengusaha sukses. 

Namun harus hati-hati apabila berhadapan langsung dengan orang, harus sedikit drama atau berkamuflase untuk menunjukkan bahwa aku benar-benar orang kaya. Sekilas mata orang akan percaya dengan wajah dan penampilan, namun apesnya mindset dan gaya bicara masih seperti dulu dan sulit dirubah. 

Inilah kelemahan yang sangat berat yang kadang-kadang menjebak aku untuk buka kartu. Makanya kalau berhadapan dengan aku sebaiknya melihat cukup tampang saja tanpa harus berbicara. Mengapa demikian? Agar anda tetap terjebak dengan drama yang selama ini aku susun rapi. 

Walaupun demikian aku merupakan karyawan hebat karena memiliki banyak teman, mudah bergaul, ramah dan mengetahui banyak tempat kekinian. Hal ini pula yang mendukung pencapaian target setiap bulannya.

Hal seperti ini sering banyak dilakukan oleh ayah seperti aku. Bahkan di era digital sifat seperti ini sudah menjadi sifat umum yang terjadi di masyarakat. Makanya di era digital seperti saat ini untuk mengenal seseorang jangan dilihat dari status media sosialnya, melainkan harus kenal dekat dan berkomunikasi secara langsung. Sehingga dapat diketahui apakah orang tersebut drama atau apa adanya. Aku ingatkan kepada kaum ABG yang sedang galau-galaunya Mencari Cinta, kalian jangan terjebak dengan visualisasi seperti aku.

Memang drama dalam kehidupan itu melelahkan, namun itulah kebebasan yang sebebas-bebasnya untuk mengaktualisasi diri. Penampilan fisik dan realita hati kadang kadang berbanding terbalik. Seperti halnya saat kita di sosial media dan berkomunikasi dengan orang lain kita menampilkan sosok yang berwibawa, lemah lembut, dan penuh kasih sayang; sedangkan berhadapan dengan anak istri sungguh sangat dingin, kurang perhatian, dan memberikan sisa-sisa dari aktivitas sehari-hari. Ini merupakan kehidupan yang sulit namun realita yang terjadi saat di zaman kekinian. 

Akupun tidak ingin kondisi seperti ini terus berlarut, seiring berjalan waktu perlahan-lahan aku akan berubah ke arah yang lebih baik --- saat hidayah datang. Jangan salahkan aku sebagai seorang yang egois dan penuh drama, kita semua tahu bahwa saat ini setiap individu memiliki peranan sebagai manajer untuk dirinya sendiri. Masa depan kita bukan ditentukan oleh siapa-siapa melainkan oleh dirinya sendiri. Dikatakan manajer yang baik dan sukses adalah mereka yang mampu memenej dirinya, keluarga, dan perusahaannya. 

Harap memaklumi aku, inilah pesan dari seorang ayah zaman now yang masih harus belajar mindset dan realita kehidupan.

Posting Komentar untuk "Aku Seorang Ayah Jaman Now"