Cerita Anak di Rumah dan di Sekolah

Ucok: “Kenapa pula anak ku ini kalo di rumah dia macam orang hebat, jago kandang gitu. Pas di sekolah macam ayam sayur. Ada kawannya itu yang gak bawa makanan minta sama dia...habis lah makanannya."

Ucok: “Kawannya gak punya uang, minta sama dia. Mau aja disuruh-suruh sama kawannya. Dijahilin pula mau aja dia nerima, gak sedikit pun dia ngelawannya. Jadi pusing awak ini!”.

Gerutunya Ucok terdengar juga sama kawan sejati dia (Nana) yang sama-sama baru mengantarkan anaknya ke sekolah. Nana pun terheran-heran mendengar kata-kata Ucok mengenai anaknya di sekolah.

Ilustrasi
Nana: “Cok kenapa kamu kok pusing amat abis antar anakmu itu? Emang ada masalah apa?"

Ucok: “Tak tahu pula nich anak ku ini kalo di rumah dia macem betul aja. Sama kawan-kawannya berani kali, sama adiknya kerjaannya mem-bully mulu. Pas di antar di sekolah, malah dia yang kena bully...abis itu selalu jadi sasaran kawan-kawannya untuk minta makanan, uang jajan, dan lain-lain!”

Ucok: “Kasian kali lah liatnya, aku pun dulu gak kayak gitu-gitu amat. Malah aku kebalikan sama dia, dulu aku berani kali pun di sekolah baru di rumah aku agak baikan dikit”.

Ucok: “Apa yang salah sama aku dan anakku ini, stress kalu aku ini bah!”

Nana: “Udah lah jangan marah-marah disini...cari tahu apa yang terjadi di rumah. Diskusikan sama istri abang kira-kira permasalahannya apa sehingga bisa seperti itu!”

Mereka pun akhirnya bergegas meninggalkan sekolah menuju rumah masing-masing. Mereka memang setiap hari mengantarkan anaknya ke sekolah sebelum bekerja. 

Sore harinya seperti biasa mereka pun kembali nongkrong di kedai kopi yang ada di dekat kampung mereka. Ucok pun menelepon Nana, sahabat karibnya tersebut.

Ucok: “Kang Nana, aku dah di kedai kopi...cemana kalo kita ngopi lah sambil bahas anak-anak kita!”.

Nana: “Siap, 10 menit lagi saya datang ke kedai kopi biasa ya...!”

Ucok: “Ia siiap...ditunggu Kang, jangan telat!”.

Ucok: “Ia jadi kepikiran pula, kenapa ya anakku ini gak berani sama kawan-kawannya itu. Gak hanya di sekolah dia kayak gitu. Kalo jalan-jalan pun dia suka malu-malui, gak berani dan pemalu!”. Ucok bergumam terus membahas anak kesayangannya. 

Beberapa saat Nana pun terlihat dari arah depan menggunakan sepeda motor mendekati kedai kopi tempat Ucok nongkrong. Nana pun memarkirkan motornya dekat dengan motor Ucok. Nana sambil mendekati Ucok memesan segelas kopi hitam untuk menemaninya membahas hal serius tetang anak Ucok yang dikeluhkan selama ini.

Ucok: “Ngopi Kang...sepertinya kita harus bahas hal serius nih, ini menyangkut masa depan generasi penerus bangsa! Anak kita merupakan aset investasi buat kita dan masa depan mereka!”

Nana: “Siap Bang Ucok, ayo cerita lah permasalahannya apa sehingga bikin Abang jadi stress seperti ayam sayur sepert ini!”

Ucok: “Kau ini pandai kali biki orang kesel....ia nich, anak awak kasian kali liatnya. Kalo di rumah dia baik-baik saja, jantan, bahkan suka bully adik-adiknya. Eeehh...pas di sekolah dia malah jadi target bullyan teman-temannya!”

Nana: “Oh gitu, emang kelas berapa Bang Ucok anak Abang itu?”

Ucok: “Anak ku itu kelas 3 Kang, dia beda satu kelas sama adiknya (kelas dua)!”

Nana: “Oooh seperti itu ya...beda satu tahun lah sama anak saya. Kalo anak ku kelas 4, tapi alhamdulilah dia baik-baik aja gak ada masalah. Malah dia senang sekolah di tempat itu, ia lebih mandiri dan banyak kawan-kawannya!”

Ucok: “Itu dia Kang, kalo ngeliat anak-anak yang lain di sekolah itu mereka happy gak ada bully-bullyan! Giliran anak ku itu selalu kena bully!”

Nana: "Ia juga sih kalo begitu mah, harus ada solusinya. Gimana kalo kita tanya aja ke Ko Lim, dia kan pandai banget tuh bikin anak-anaknya sukses. Ada yang jadi sarjana, pengusaha, dan jadi dokter...semuanya berhasil, kita-kita kan bisa ikutin jejaknya!".

Kebetulan sekali Ko Lim datang ke tempat ngopi mereka, akhirnya mereka bertiga ngobrol mengenai keluhan anak-anaknya.

Ucok: "Ah kebetulan kali bah...aku sama Kang Nana ngobrolin Koko, panjang umur Ko Lim akhirnya datang juga nich!".

Ucok: "Kebetulan kita berdua mau curhat masalah anak-anak di sekolah dan di rumah, kasian kali liatnya. Pingin rasanya anak-anak kami ini sukses kaya anak Ko Lim, gimana caranya ya?"

Nana: "Ia Ko, kasih lah tips dan triks nya gimana anak-anak kita sukses!"

Ko Lim: "Hoooh...belum aja selesai bernapas, kalian sudah bertubi-tubi ngebahas masalah anak!. Emang kalian punya masalah apa dengan anak-anak?"

Satu per satu Ucok dan Nana curhat kepada Kok Lim mengenai keluhan yang mereka rasakan seperti di atas. Mereka begitu bersemangat untuk mencurahkan seluruh masalah yang mereka hadapi, Ko Lim pun memahami apa yang mereka rasakan.

Ko Lim: "Oe sudah paham apa yang kalian bicarakan, sampe-sampe Oe gak sempet minum kopi ini!"

Ko Lim: "Coba lah ceritakan masing-masing kira-kira perlakukan kalian selama di rumah sama anak-anak kalian. Mana tau ada yang salah dengan pola didik selama ini!"

Ucok: "Siap Ko, ia anak ku ini memang orangnya lebih tertutup, pemalu dan lebih sensitif. Anak ku ini walaupun laki-laki tapi lebih mudah tersinggung. Setiap hari aku coba untuk membangun mentalitas dia, mulai dari diajari urusan kedisiplinan, agama, sampe ke hal-hal kecil kemandirian di rumah"

Ucok: "Tapi memang kadang suka kesel juga sama anak ku ini, dia itu gak suka disiplin, suka marah-marah, gangguin adiknya terus, dan bandelnya kalo disuruh orang tua. Karena bandel itu lah kadang-kadang suka aku marahin juga!".

Ucok: "Di satu sisi memang gimana lagi lah Ko, anak ku ini kadang cari perhatian di rumah soalnya ibu nya sibuk bekerja sebagai pegawai. Maklum lah kalo saya pendapatan gak terlalu besar, untuk mendapatkan pendapatan yang cukup istri lah yang harus bekerja".

Ucok: "Kalo di sekolah sikap anak ku itu beda kali, dia lebih pendiam, suka di-bully oleh teman-temannya, dan kadang setiap kali aku kasi uang jajan...eeeh abis lah sama kawan-kawannya! Pusing lah aku!"

Ko Lim: "Oh...seperti itu gantian lah Kang Nana sekarang!"

Nana: "Wah kalo anak ku ini lebih mandiri Ko, kalo di rumah dia sudah cukup dari segi pendidikan, perhatian dan lain-lain. Setiap hari saya ajari masalah pendidikan, kasih sayang, dan kedisiplinan. Anak saya ini terlihat lebih mandiri, bahkan kadang dia itu irit banget setiap diberikan uang jajan dan makanan, kadang tersisa dan bisa menabung!"

Nana: "Cuma memang kami ini lebih sibuk bekerja saya juga banyak waktu di luar mencari nafkah, istri saya juga sama karena di sebagai PNS di rumah sakit!. Kadang waktu kami lah yang kurang di rumah. Anak kami untuk mengisi waktunya saya disibukan dengan waktu di luar rumah, apa lah itu seperti kursus, ekstra kurikuler, dan lain-lain!"

Ko Lim: "Ohhh...Oe sudah paham apa yang kalian diskusikan, tidak ada yang salah dengan latar belakang kalian. Semuanya memang punya alasan mengapa hal itu terjadi. Kuncinya keterbukaan saja, kalian harus lebih terbuka sama anak-anak kalian. Jangan terlalu memaksakan diri mereka harus jadi diri kalian!"

Ko Lim: "Sama-sama belajar, anak kita belajar kita pun terus belajar menjadi orang tua yang bijak. Kalo orang tua belajarnya kembalikan kepada hak dan kewajiban kita akan norma-norma. Kita sudah sesuai dengan apa yang ditetapkan atau belum!"

Ko Lim: "Oya tadi kita dah cerita banyak, ngomong-ngomong anak kalian itu namanya siapa ya? Kelas berapa?"

Ucok: "Michael Ko, anak ku kelas 3 SD Subur Makmur!"

Nana: "Anak ku kayaknya kenal dengan anak Bang Ucok, nama lengkapnya Michael Siregar kan?"

Ucok: "Oooh gitu Kang Nana, kok anak Kang Nana tau ya? Gimana tuh ceritanya bisa sampe terkenal juga anak awak!"

Nana: "Ia Michael ini, suka kasi anak saya makan, bahkan uang jajan di sekolah. Kadang makanan pemberian Si Michael ini suka di bawa pulang juga....katanya dia kawan akrabnya anak saya!"

Ucok: "Lah kayaknya ada yang salah ini, ngomong-ngomong nama anak Kang Nana siapa ya?"

Nana: "Asep Saepuloh Bang, kelas 4 SD Subur Makmur!"

Betapa terkejutnya Ucok setelah mendengar nama lengkap anaknya Nana. Sampai-sampai Ucok berdiri dari tempat  duduknya. Air mukanya mulai berubah, menjadi merah padam sepertinya ia mulai marah.

Ucok: "Oooh jadi anak Kau lah yang selalu mem-bully anak awak, selalu meminta uang jajan setiap harinya, bahkan makanan yang aku buatkan untuk bekal dia pun kau embat juga! Aku mau bikin perhitungan sama Kau dan anak Kau!"

Nana dan Ko Lim juga terkejut melihat perubahan sikap Ucok. Ko Lim berdiri berusaha menenangkan Ucok agar tidak tersulut amarahnya.

Ko Lim: "Bang Ucok sabar dulu, tenang-tenang ya! Langsung marah saja, kita selesaikan secara baik dan kekeluargaan. Abang duduk dulu, minum dulu kopinya, kita selesaikan kalo memang ada masalah!".

Ucok pun akhirnya mengikuti saran dari Ko Lim, dia mulai menurunkan tubuhnya untuk duduk kembali ke tempat semula. Nafasnya pun diaturnya dengan pelan, mukanya dituntukan ke bawah untuk menghindari kontak langsung dengan muka Nana.

Ko Lim: "Ada apa ini kok langsung marah Bang Ucok ini?"

Ucok: "Begini Ko, rupanya anak Kang Nana ini lah yang selama ini menjadi masalah bagi anak saya. Anak Kang Nana ini lah yang suka mem-bully, meminta makan, meminta uang jajan, dan kadang suka jailin anak saya. Abis pulang ke rumah anak saya suka curhat masalah itu...lagi-lagi Si Asep...ya Si Asep lagi!"

Ucok: "Anak ku itu suka berubah, kalo di rumah ia anak yang ceria. Kalo di sekolah anak ku itu lemah kali pun, kayak ayam sayur!"

Ko Lim: "Hehehe...kalian ini lucu, kawan dekat kok berantam. Urusan anak-anak gak terbuka, baru terbuka kalo ada Oe! Mangkanya yang dibahas itu bukan urusan politik sama janda saja, kalian itu harus membahas urusan keluarga juga, cuma harus tau posisi dan situasi. Kalo urusan pribadi cukup dibahas di dalam keluarga saja!"

Ko Lim: "Gak usah berantem...kalian kan sudah dewasa, kalo kalian berantem sama saja dengan anak-anak kalian! Selesaikan secara kekeluargaan, kembali ke keluarga bahas bersama sama dengan anak istrimu. Kenapa itu bisa terjadi, setiap hal pasti ada awal mulanya dan solusinya. Solusinya jangan jauh-jauh ya kalian juga yaitu anakmu dan istrimu!"

Nana: "Ia juga ya Ko...bertahun-tahun berkawan, rupanya anak kita juga saling berhubungan. Jadi malu juga kalo anak saya bisa bikin repot anaknya Bang Ucok!"

Ko Lim: "Sudah-sudah jangan dibahas lagi...mendingan kita sama-sama introspeksi diri apa yang menjadi masalah kita. Mendingan kalian salaman...saling maaf-maafan. Gak usah berantem, kalo berantem itu sumber masalah baru yang bikin nambah masalah!"

Beberapa saat antara Ucok dan Nana terdiam, lalu mereka pun saling bersalaman bahkan berpelukan. Pikirannya terbuka, mereka fokus untuk memperbaiki masalahnya masing-masing di mulai di rumah, tetangga, dan masyarakat.

Setelah disepakati semuanya, mereka bertiga pun akhirnya meninggalkan kedai kopi tempat mereka nongkrong.

Posting Komentar untuk "Cerita Anak di Rumah dan di Sekolah"